PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Rabu, 24 November 2010


A.   Pengertian Etika

           Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Mari kita membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya. Hubungan nilai, norma dan moral Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini.
          Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu.
          Etika menurut kamus besar, yaitu ilmu tentang yang baik dan yang buruk dan tentang kewajiban moral. Kumpulan azas atau nilai-nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai-nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan masyarakat.
          Etika menurut Suseno, etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.  
          Etika menurut Kattsoff, etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar kebenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia dan juga berkaitan dengan dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
       Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
          Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
          Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik.

1.    Nilai

Nilai atau “Value” termasuk kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiologi, theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tyentang nilai-nilai. Istilah ini di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau kebaikan (Goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
          Dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences Dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yan menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. (The believed copacity of any abject to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
a.)  Nilai Dasar
            Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata, namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut.

b.)  Nilai Instrumental
   Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atua negara maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan.
2.    Norma
                 Norma diartikan sebagai kaidah atau pedoman untuk melakukan sesuatu. Secara umum, norma dibagi menjadi 2 yaitu norma khusus dan umum. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan tertentu atau khusus. Contohnya, aturan olahraga, tauran kuliah, tata tertib sekolah dll. Sedangkan, norma umum adalah aturan yang bersifat umum dan universal. Norma umum dibagi menjadi tiga, yaitu norma sopan santun, norma hukum dan norma moral.
                 Norma sopan santun atau norma etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia. Misalnya, mengatur perilaku pergaulan, bertamu, minum, makan, berpakaian dll.
                 Norma hukum merupakan norma biasanya dimodifikasikan dalam bentuk aturan tertulis sebagai pegangan bagi masyarakat untuk berperilaku baik maupun sebagai pedoman untuk menjatuhkan hukuman bagi pelanggarnya. Misalnya, UUD 1945, PP, Tap MPR, Keppres, KUHP, dll.
                 Norma moral adalah norma yang bersumber dari hati nurani, menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat dalam menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.

3.    Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Norma adalah merupakan suatu wujud yang lebih konkrit dari nilai. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai norma tersebut norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atua penegak hukum.
Moral yaitu merupakan suatu ajaran ataupun wejangan-wejangan baik lisan maupun tertulis.

B.   Pengertian Politik

          Pengertian politik berasal dari kosa kata ‘Politics’ yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara. Yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan daari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau Decisionmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala perioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih.
          Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies. Yang menyangkut pengaturan dan pemabgian atau distributions dari suber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuasaan (Power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama  maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat Persuasi, dan jika perlu dilakukan pemaksaan (Coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (Statement of intent) yang tidak akan pernah terwujud.
          Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public- goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik kegiatan berbagai kelompok termasuk paratai politik, lembaga masyarakat maupu perseorangan. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (allocation).


C.   Etika Politik

          Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.
          Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.Aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia, (Lihat suseno, 1987: 15)

Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan social


D.   Dimensi Politik Manusia

1. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya, kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Individu menurut paham kolektivisme dipandang sekedar sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh karena itu segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja.
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa siafat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam Pancasila yang niainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’, yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualistis ataupun totalis sosialistis melainkan monodualis. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negar Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.

    2. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakannya, akan teapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Akan tetapi sering dijumpai karena keterbatasan pengertian dan kesadaran akan tanggung jawab, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan sehingga berakibat kepada kerugian manusia lain. Oleh karena itu baik hukum maupun negara, keduanya memerlukan suatu legitimasi. Maka etika politik berkaitan dengan objek forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek materia politik yang meliputi legitimasi negara, hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legtimasi-legtimasi tersebut.


E.   Pancasila sebagai Sistem Etika

          Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut sistem politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
          Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi. Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik.
          Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.


F.    Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik

              Sebagai dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
              Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
              Etika politik ini harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan Negara.

0 komentar:

Posting Komentar