PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Rabu, 24 November 2010

 A. PENGERTIAN IDEOLOGI

Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideology secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Ada beberapa istilah ideology menurut beberapa para ahli yaitu:

a. Destut De Traacy :istilah ideology pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun 1796 yang berarti suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.

b. Ramlan Surbakti membagi dalam dua pengertian yakni :

1. Ideologi secara fungsional : seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan Negara yag dianggap paling baik.
2. Ideologi secara structural : suatu system pembenaran seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.

Pengertian ideologi secara Umum adalah kumpulan gagasan – gagasan, ide – ide keyakinan, kepercayaan – kepercayaan yang menyeluruh secara sistematis, yang menyangkut :

1. bidang sosial
2. bidang kebudayaan
3. bidang agama
4. bidang politik



B. CIRI-CIRI IDEOLOGI

1. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan

2. Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan dan diamalkan dilestarikan oleh generasi berikutnya,diperjuangkan, dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.


C. MACAM-MACAM IDEOLOGI

1. Konservatisme

Inti pemikiran : memelihara kondisi yang ada, mempertahankan kestabilan, baik berupa kestabilan yang dinamis maupun kestabilan yang statis. Tidak jarang pula bahwa pola pemikiran ini dilandasi oleh kenangan manis mengenai kondisi kini dan masa lampau.
Filsafatnya : Bahwa perubahan tidak selalu berarti kemajuan. Oleh karena itu, sebaiknya perubahan berlangsung tahap demi tahap, tanpa menggoncang struktur social politik dalam negara atau masyarakat yang bersangkutan.
landasan pemikiran : Bahwa pada dasarnya manusia lemah dan terdapat “evil instinct and desires” dalam dirinya. oleh karena itu perlu pola-pola pengendalian melalui peraturan yang ketat.
system pemerintahan : demokrasi, otoriter.
Positif : Berkembang secara bertahap sesuai dengan kemampuan suatu negara.
Negatif : Masyarakat di atur oleh aturan yang ketat sehingga aspirasi mereka kurang di perhatikan

2. Anarkisme

Inti pemikiran : Menciptakan masyarakat tanpa hirarkis.
Landasan pemikiran : Ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya.
Sistem Pemerintahan : Sosialis tanpa pemerintahan
Positif : Tidak ada pengekangan, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan bawahan karena tidak adanya sistem pemerintahan yang mengatur.
Negatif : Metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara.

3. Komunisme

Inti pemikiran : Perjuangan kelas dan penghapusan kelas-kelas di masyrakat.
Landasan Pemikiran : a. Penolakan situasi dan kondisi masa lampau,baik secara tegas maupun tidak.
b. Analisa yang cenderung negatif terhadap situasi dan kondisi yang ada.
c. Berisi resep perbaikan untuk masa depan.
d. Rencana-rencana tindakan jangka pendek yang memungkinkan terwujudnya tujuan-tujuan yang berbeda2.
Sistem pemerintahan : Otoriter/totaliter/diktator.
Positif : Tidak ada perbedaan antar golongan,ras,dsb.
Negatif : Kekerasan sebagai dasar pemikiran,kemauman masyarakat tidak bisa di salurkan.

4. Marxisme

Inti pemikiran : Teori nilai tenaga kerja.
Filsafat : dialectical and historical materialism
Landasan pemikiran : Adanya ketidakadilan dan pemaksanan terhadap kaum buruh (Protelar) yang dipaksa utk bekeraja berjam-jam dengan upah minimum dan hasil kerja mereka di nikamati oleh kaum kapitalis.masalah ini timbul karena adanya kepemilikan pribadi dan pengusaaan kekayaan yang di dominasi oleh orang-orang kaya.
Sistem pemerintahan : -
Positif : keadilan dalam kehidupan serta pemerataan terhadap segala hal.
Negatif : Pemberontakan terhadap kaum kapitalis sehingga negara sulit untuk berkembang.

5. Feminisme

Inti pemikiran : Emansipasi Wanita
Landasan Pemikiran : Bahwa wanita tidak hanya berkutat pd urusan wanita saja melainkan jg dapat melalkukan seperti apa yangsi lakukan pria,wanita dapat melakukan apa saja.
Sistem pemerintahan : Demokrasi
Positif : Berkurangnya penindasan terhadap kaum perempuan
Negatif : Banyakanya perceraian dikarenakan kaum feminisme tidak mau diatur oleh pria sebagai suami karena adanya pengekaan terhadap mereka.

6. Fasisme

Inti pemikiran : Negara di perlukan untuk mengatur masyarakat.
Filsafat : Rakyat di perintah dengan cara-cara yang membuat mereka takut & dengan demikian patuh pada pemerintah, kemudian, pemerintah mengatur segalanya menegnai apa yg di perlukan dan apa yang tidak di perlukan oleh rakyat.
Landasan pemikiran : Suatu bangsa perlu mempunyai suatau pemerintahan yg kuat dan berwibawa sepenuhnya atas berbagai kepentingan rakyat & dalam hubungan dengan bangsa-bangsa lain.
Sistem pemerintahan : Otoriter
Positif : Negara mengatur semuanya sehingga rakyat tidak perlu susah untuk apapun.
Negatif : Rakyat harus patuh penuh terhadap pemerintah sehingga aspirasi mereka tidak di perdulikan, kemudian demokrasi dan hak asasi manusia di abaikan.

7. Demokrasi

Inti pemikiran : Kedaulatan di tangan rakyat.
Filsafat : menurut Dr. M. Kamil Lailah menetapkan tiga macam justifikasi ilmiah dr prinsip demokrasi, yaitu:
a. Ditilik dari pangkal tolak & perimabngan yang benar, bahwa system ini dimaksudkan untuk kepentingan social dan bukan untuk kepentingan individu.
b. Unjustifikasi berbagai macam teori yang bersebrangan dengan prinsip demokrasi.
c. Opini Umum dan Pengaruhnya.
Landasan pemikiran : rakayat membuat ketetapan hukum bagi dirinya sendiri lewat dewan perwakilan, yang kemudian dilaksanakan oleh pihak pemerintah / eksekutif.
Sistem pemerintahan : Demokrasi
Positf : rakyat menentukan kemana negara akan di bawa.
Negatif : Negara akan rancu karena banyak ide dan paham yang muncul

8. Liberalisme

Inti pemikiran : Kebebasan individu
Landasan pemikiran : Bahwa manusia pada hakikatnya adalah baik, tanpa harys si dakanya pola-pola peraturan yang ketat & bersifat memaksa terhadapnya.
Sistem pemerintahan : Demokrasi.
Positif : Kebebasan milik siapapun tanpa adanya aturan yang mengikat.
Negatif : tidak adanya aturan,tidak adanya kehidupan bermasyarakat secara sosial.

9. Sosialisme

Inti pemikiran : Kolektifitas,kebersamaan,gotong royong.
Filsafat : Pemerataan dan kesederajatan bahwa pengaturan agar setiap org diperlakukan sama & ada pemerataan dalam berbagai hal (pemerataan kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha,dll).
Landasan pemikiran : Masyarakat dan pemerintahan adalah suatu pola kehidupan bersama, karena manusia tdk dapat hidup sendiri & kehidupan manusia akan lebih baik jika ada kerja sama melalui fungsi yg dilaksanakn oleh negara.
Sistem pemerinahan : Demokrasi, otoriter
Positif : Negara kan berkembang karena adanya kerja sama dan saling mendukung antara satu dgn yg lain.
Negatif : Akan adanya kesalahpahaman karena ada sekelompok golongan yang menganggap mereka adalah olongan yang kaya,kerakusan dan ketamakan.

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


A.   Pengertian Etika

           Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Mari kita membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya. Hubungan nilai, norma dan moral Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini.
          Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu.
          Etika menurut kamus besar, yaitu ilmu tentang yang baik dan yang buruk dan tentang kewajiban moral. Kumpulan azas atau nilai-nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai-nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan masyarakat.
          Etika menurut Suseno, etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.  
          Etika menurut Kattsoff, etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar kebenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia dan juga berkaitan dengan dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
       Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
          Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
          Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik.

1.    Nilai

Nilai atau “Value” termasuk kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiologi, theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tyentang nilai-nilai. Istilah ini di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau kebaikan (Goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
          Dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences Dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yan menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. (The believed copacity of any abject to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
a.)  Nilai Dasar
            Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata, namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut.

b.)  Nilai Instrumental
   Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atua negara maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan.
2.    Norma
                 Norma diartikan sebagai kaidah atau pedoman untuk melakukan sesuatu. Secara umum, norma dibagi menjadi 2 yaitu norma khusus dan umum. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan tertentu atau khusus. Contohnya, aturan olahraga, tauran kuliah, tata tertib sekolah dll. Sedangkan, norma umum adalah aturan yang bersifat umum dan universal. Norma umum dibagi menjadi tiga, yaitu norma sopan santun, norma hukum dan norma moral.
                 Norma sopan santun atau norma etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia. Misalnya, mengatur perilaku pergaulan, bertamu, minum, makan, berpakaian dll.
                 Norma hukum merupakan norma biasanya dimodifikasikan dalam bentuk aturan tertulis sebagai pegangan bagi masyarakat untuk berperilaku baik maupun sebagai pedoman untuk menjatuhkan hukuman bagi pelanggarnya. Misalnya, UUD 1945, PP, Tap MPR, Keppres, KUHP, dll.
                 Norma moral adalah norma yang bersumber dari hati nurani, menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat dalam menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.

3.    Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Norma adalah merupakan suatu wujud yang lebih konkrit dari nilai. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai norma tersebut norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atua penegak hukum.
Moral yaitu merupakan suatu ajaran ataupun wejangan-wejangan baik lisan maupun tertulis.

B.   Pengertian Politik

          Pengertian politik berasal dari kosa kata ‘Politics’ yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara. Yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan daari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau Decisionmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala perioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih.
          Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies. Yang menyangkut pengaturan dan pemabgian atau distributions dari suber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuasaan (Power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama  maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat Persuasi, dan jika perlu dilakukan pemaksaan (Coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (Statement of intent) yang tidak akan pernah terwujud.
          Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public- goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik kegiatan berbagai kelompok termasuk paratai politik, lembaga masyarakat maupu perseorangan. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (allocation).


C.   Etika Politik

          Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.
          Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.Aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia, (Lihat suseno, 1987: 15)

Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan social


D.   Dimensi Politik Manusia

1. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya, kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Individu menurut paham kolektivisme dipandang sekedar sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh karena itu segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja.
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa siafat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam Pancasila yang niainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’, yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualistis ataupun totalis sosialistis melainkan monodualis. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negar Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.

    2. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakannya, akan teapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Akan tetapi sering dijumpai karena keterbatasan pengertian dan kesadaran akan tanggung jawab, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan sehingga berakibat kepada kerugian manusia lain. Oleh karena itu baik hukum maupun negara, keduanya memerlukan suatu legitimasi. Maka etika politik berkaitan dengan objek forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek materia politik yang meliputi legitimasi negara, hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legtimasi-legtimasi tersebut.


E.   Pancasila sebagai Sistem Etika

          Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut sistem politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
          Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi. Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik.
          Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.


F.    Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik

              Sebagai dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
              Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
              Etika politik ini harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan Negara.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Selasa, 09 November 2010

A. Pengertian Sistem

Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :


1. L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.


2. John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.


3. C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.


4. J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.


5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.


Ciri-ciri suatu sistem :
  1. Suatu kesatuan bagian-bagian
  2. Bagian-bagian mempunyai fungsi sendiri
  3. Saling berhubungan dan ketergantungan
  4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem)
  5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks


B.Pengertian Filsafat

Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “shopos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”. Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Pengertian filsafat dalam hubungan dengan lingkup bahasannya mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika, logika, dan lain sebagainya.

Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.

Pertama: Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.

1.Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain sebagainya.

2.Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktifitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia.

Kedua: Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.


Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:

1.Metafisika, membahas hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, yang meliputi bidang- bidang, ontologi, kosmologi, dan antropologi.

2.Epistomologi, berkaitan dengan dengan persoalan hakikat pengetahuan.

3.Metodologi, berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.

4.Logika, berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.

5.Etika, berkaitan dengan moralitas dan tingkah laku manusia.

6.Estetika, berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.


C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistomologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.

Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan paham filsafat lain di dunia.


1.Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila


Pancasila yang terdiri atas lima sila merupakan asas yang memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antroplogis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia.

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak , yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkies sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya.


2.Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila

Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu :

1). Logos yaitu rasionalitas atau penalaran.

2). Pathos yaitu penghayatannya.

3). Ethos yaitu kesusilaannya.

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila.

Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistomologi yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.

Pembahasan berikutnya adalah pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa masalah epistemologi Pancasila diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Maka konsepsi dasar ontologis sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila.


3.Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila


Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masig-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkhinya. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu sudut pandang subjektif dan sudut pandang objektif.

Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:

1.) Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai ini berkaitan dengan indra manusia.

2.) Nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai ini penting bagi kehidupan, misalnya kesegaran jasmani, kesehatan, serta kesejahteraan.

3.) Nilai-nilai kejiwaan, nilai-nilai ini sama sekali tidak tergantung dengan keadaan jasmani maupun lingkungan, misalnya nilai keindahan, kebenaran, serta pengetehuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4.) Nilai-nilai kerohanian, dalam tingkatan ini terdapatlah nilai modalitas nilai dari yang suci.

 
 D. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Kesatuan

Rumusan Kesatuan sila-sila Pancasila Sebagai suatu Sistem
  • Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sitem filsafat
  • Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang : saling berhubungan, saling bekerja sama, untuk suatu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Jadi Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian, yaitu sila-sila Pancasila, setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri dan memiliki fungsi sendiri-sendiri.
Namun secara keseluruahan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.

Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila bersifat Organis

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopluralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani dan rohani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat organis pula.

Susunan Pancasila Bersifat Hirarchis, Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal. Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kwalitas). Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.

Secara Ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila Pancasila, yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: sila pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat keadaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sila kedua kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil. Kesesuain yang dimaksud adalah kesesuain antara hakikat nilai-nilai sila Pancasila dengan negara, dalam pengertian kesesuain sebab dan akibat.
Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal :
 
1.Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan soial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4.Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, serta meliputi dan menjiwai sila kedilan sosial bagiseluru rakyat Indonesia.

5.Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



sumber : http://www.google.co.id/search?q="pengertian+sistem"



Inti Sila-Sila Pancasila

Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut:

1.) Sila Ketuhanan yang Maha Esa

Dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaandan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik ngara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.


2.) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Hal ini mengandung suatu pengetian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa.


3.) Persatuan Indonesia

Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan adalah bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.


4.) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Sedangkan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai mkhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Negara adalah dari,oleh, dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah asal mula kekuasaan negara.


5.) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam sila kelima terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama. Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah meliputi :

· Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi, serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.

· Keadilan legal, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam hal ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.

· Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.


Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama.

Sumber :
google.com

 

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

Kamis, 04 November 2010


A. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945

Masa Awal Kemerdekaan

 
Dengan ditetapkannya Pancasila dan UUD 1945 oleh PPKI merupakan modal berharga bagi terselenggaranya roda pemerintahan Negara RI. Paling tidak, bangsa Indonesia telah  memiliki ketentuan – ketentuan yang pasti dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara. Namun, sebelum semua alat perlengkapan Negara tersusun, bangsa Indonesia dihadapkan persoalan eksternal yaitu kehadiran tentara Sekutu dan NICA ke wilayah Indonesia.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya belanda mengakui kedaulatan Indonesia,namun bangsa Indonesia terpaksa harus menerima berdirinya Negara yang tidak sesuai dengan cita –cita proklamasi 17 agustus 1945 dan tidak sesuai dengan kehendak UUD 1945. Negara kesatuan republic Indonesia berubah menjadi Negara Indonesia serikat (Republik Indonesia Serikat) berdasarkan konstitusi RIS.

Masa Orde Lama
 
Orde lama merupakan konsep yang biasa dipergunakan untuk menyebut suatu periode pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Kegagalan konstituante dalam merumuskan undang – undang dasar baru dan ketidakmampuan menembus jalan buntu untuk kembali ke UUD 1945, telah mendoronng Presiden soekarno pada tanggal 5 juli mengeluarkan “Dekrit Presiden”. Tindak lanjut dari dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 adalah pembentukn cabinet baru yang diberi nama Kabinet Karya. Dalam prakteknya (atau masa Orde Lama), lembaga – lembaga Negara yang ada belum dibentuk berdasarkan UUD 1945sehingga sifatnya masih sementara. Dalam masa ini, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislative (bersama – sama dengan DPRGR) telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya.

Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 terus berlangsung. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup jelas bertentangan dengan UUD 1945. pendek kata, periode pemerintahan antara tahun 1959-1965 ditandai oleh berbagai penyelewengan wewenang dan penyimpangan tarhadap pancasila dan UUD 1945 sehingga disebut sebagai masa orde lama. Hampir semua kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah sangat menguntungkan PKI.

Masa Orde Baru

Orde baru merupakan konsep yang dipergunakan untuk menyebut suatu kurun waktupemerintahan yang ditandai dengan keinginan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dalam upaya untuk menegakkan kemurnian pelaksanaan Pancasila  dan UUD 1945, maka di bentuklah front Pancasila oleh beberapa partai politik dan organisasi massa. Front Pancasila muncul sebagai pendukung orde baru dan mempelopori tuntutan yang lebih luas yang menyangkut kembali kehidupan kenegaraan sesuai dengan Pancasila dan UUD1945.

Masa Reformasi 

Beberapa persoalan menarik yang perlu dikaji sehubungan dengan gerakan reformasi, diantaranya Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD 195 sebagai landasan Konstitusional, serta seluruh peraturan perundang – undangan yang berlaku. Namun demikian, beberapa persoalan yang segera ditata sesuai dengan cita – cita reformasi, diantaranya menata hubungan tata kerja antara Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara. Yaitu mengembalikan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sehingga tugas – tugas kenegaraan dapat berjalan dengan lebih baik. Dengan demikian, dengan ada tidak adanya amandemen bukanlah jaminan bagi terwujudnya pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibaw.di samping itu kenyataannya menunjukkan bahwa sebagai bangsa yang mengaku memiliki sikap jujur, kesatria, dan terbuka belum mampu merealisasikan sikap itu dalam kehidupan nyata. Jika sikap ini dapat di kedepankan,maka segala persoalan yang di hadapi bangsa Indonesia dapat dipecahkan tanpa menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu, jauhkan sikap emosional dan kedepankan sikap rasional, logis, dan kritis dalam memecahkan segala persoalan yang sedang dihadapi. Kesemuanya itu merupakan konsekuensi logis dari dinamika pelaksanaan UUD 1945. artinya, UUD 1945 tidak harus dilaksanakan secara kaku, tetapi secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan Perkembangan masyarakat. 
  


B. Dinamika aktualisasi Pancasila sebagai dasar negara 


Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang melandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI.  Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
 
Pancasila mempunyai sifat integral yakni utuh dan menyeluruh. Maksudnya Pancasila merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia.

Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.



Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
  1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.



Nilai –nilai pancasila telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dulu kalasebelum bangsa indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya karajaan-kerajaan pada abad ke-IV


A. Zaman Kutai


Pada zaman ini masyarakat kutai yang membukai zaman sejarah indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan.





B. Zaman Sriwijaya

Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam sesuetu negara tlah tercemin pada kerjaan sriwijaya yang berbunyi yaitu ”marvuat vanua criwijaya siddhayara subhika”{suatu cita-cita negara yang adil&makmur}




C. Zaman Kerajaan-Kerajaan Sebelum Kerajaan Majapahit

Pada zaman ini diterapkan antara lain/ raja aiar langgi sikap tolerensi dalam beragama nilai-nilai kemanusiaan (hubungan dagang&kerjasama dengan benggala, chola, dan chompa) serta perhatian kerjahteraan pertanian bagi rakyat dengan dengan membangun tanggul&waduk.


D. Zaman Kerajaajn Majapahit


Sumpah palapa / gajmada berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara.










E. Zaman Penjajahan

Setelah majapahit runtuhan maka berkambanglah agama islam dengan pesatnya di idonesia. Bersama dengan itu maka berkambang pula kerajaan-karajaan islam seperti kerajaan denak, disebut. Selain itu, berdatangan juga bangsa-bangsa eropa di nusantara.

Bangsa asing yang masuk ke indonesia pada awalnya berdangan, namun kamudian berubah menjadi praktek penjajahan. Adanya penjajahan membuat perlawanan dari rakyat indonesia di berbagai wilayah nusantar, namun karena tidak adanya kesatuan& persatuan di antara mereka maka perlawanan tersebut senantiasa sia-sia.



F. Kebangkitan Nasional


Pada masa ini banyak berdiri gerakan-gerakan nasional / mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuataannya sendiri.




G. Zaman Penjajahan Jepang


Jepang menjanjikan kamardekaan tanpa syarat kapada bangsa indonesia. Bahkan / mendapatkan simpati & dukungan dari bangsa indonesia maka sebagai realisasi janji tersebut maka di bentuklah suatu badan yang bertugas / menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia yaitu badan penyelidik usaha-usaha kemerdekaan indonesia {BPUPKI}




Kesimpulan

Nilai-nilai pancasila diangkat dan di rumuskan secara formal/para pendiri negara/di jadikan sebagai dasar negara RI. Proses cara formal tersebut di lakukan dalam sidang-sidang bpupki pertama, bidang panitia 9, sidang BPUPKI kadua, serta akhirnya di sah kan secara yuridis sebagai dasar negara RI.

Sejarah perjuangan bangsa indonesia/membentuk negara sangat erat kaitannya dengan jati diri bangsa indonesia. Ketuhanan, kemanusiaan, persatua,kerakyatan serta keadilan. Dalam kenyataannya secara objektif tlah di miliki/bangsa indonesia sejak dahulu kala.